Tuesday, October 12, 2010

Malu Untuk 'Sweet'?


Malu Untuk 'Sweet'?
Penulis : kita kawan


Malu untuk ‘sweet’?

Saya merenung kalender di meja. Menghitung-hitung tempoh masa untuk pulang ke Malaysia. Beralih pula menyelak foto-foto lama. Melihat gambar-gambar orang besi dalam hidup yang bisa saja menitiskan cecair putih jernih. Sudah terlalu rindu barangkali. Biasalah. Adat anak rantau. Belajar di seberang laut. Sambil-sambil itu terfikir juga plan memasak menu baru yang telah dipraktis di Australia untuk keluarga tersayang.

Rindu. Sayang. Terima kasih. Antara lafaz penghargaan yang mudah tetapi susah juga saya kira untuk kita tuturkan. Saya sendiri kekadang melawan rasa malu untuk mengungkapkan kata-kata ‘sweet’ ini kepada insan yang saya cintai. Bila difikirkan, mengapa perlu malu untuk melafazkan kasih pada mereka? Meskipun tahu tidak perlu pun untuk malu, praktikalitinya masih kurang. Daya penolaknya masih terlalu lemah.

Adakah mungkin kerana sifat sopan santun dan berkias-kias orang Melayu menyebabkannya jadi begitu? Atau
mungkin didikan emak dan ayah yang juga jarang mengucapkan kata-kata cinta setelah anak semakin dewasa? Pengalaman dua tahun di Australia dan menonton filem barat memberi sedikit gambaran berbeza. Ibu bapa mereka mudah mengucapkan sayang pada anak-anak. Adakah kita sebagai anak mengharapkan yang sedemikian rupa? Mungkin mak ayah pula beranggapan “Tidak cukupkah lagi apa yang mak ayah korbankan selama ini sebagai tanda kasih?”

Ya. Hakikatnya penghargaan bukanlah semata-mata diucapkan dengan kata-kata, tetapi juga bahasa badan kita. Sesetengah mungkin malu untuk mengucapkan “Saya sayang emak” sambil mencium tangan dan pipi ibu. “Maafkan aku kawan” sambil memeluk erat sahabat. Namun realitinya, kita selalu terasa ingin menghargai saat sesuatu itu telah jauh dari kita. Kekesalan mungkin lebih berbekas jika ia hilang terus dari pandangan tanpa sempat untuk menunjukkan penghargaan.



Telah ditakdirkan, Allah menjemput ibu yang saya cintai ketika di Tingkatan 5. Tidak sempat untuk menemani insan mulia itu di saat akhir, hanya Tuhan yang tahu sesak di dada. Waktu itu, memang tidak banyak kata penghargaan yang sempat budak mentah seperti saya lafazkan. Apatah lagi perbuatan ‘sweet’. Isu yang sama. Malu. Kini baru saya sedar, rupa-rupanya sayang itu perlu juga saya lafazkan. Cinta itu perlu juga saya zahirkan.

“Ummiku sayang kaulah serikandi, berkorban selalu untuk kami, ummiku sayang kau ibu
mithali, semoga Allah kan berkati”-petikan lirik lagu Ummiku Sayang dari Soutus Sofwa.

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”

Ayat pertama dalam surah al-Fatihah ini dibaca dalam setiap rakaat solat saban hari, juga sebelum memulakan sesuatu perkara lazimnya. Allah Maha Pengasih. Maha Penyayang. Bagaimana Allah menunjukkan
‘sweet’ dan kasih sayang kepada hamba-Nya?

Tidak perlu untuk berfikir terlalu jauh. Cukup sekadar perhatikan perjalanan kehidupan kita sehari-hari. Kita
bangun awal pagi dengan nikmat dapat bernafas percuma dalam udara Allah. Kita berjalan membersihkan diri dengan anggota yang masih baik berfungsi dengan izin Allah. Kita kemudian makan dengan rezeki Allah. Kita ke sekolah, bekerja dengan anugerah kecerdasan dari Allah. Kita dapat keputusan yang baik, naik pangkat dengan rahmat Allah.

Saat kita bersedih, ayat cinta daripada Allah memujuk; jangan takut, jangan bersedih sebab Aku sentiasa dekat, ada bersama. Saat kita terleka, Allah mengingatkan dengan teguran-Nya yang penuh hikmah. Kekadang kita tersilap langkah melakukan dosa. Namun Allah dengan penuh belas berfirman,
“Katakanlah, “Wahai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya(kecuali syirik). Sungguh, Dialah yang Maha pengampun, Maha Penyayang.” [39:53]

Subhanallah. Tidakkah begitu hebat kasih sayang yang Allah berikan? Bagaimana pula balasan kita terhadap kasih sayang Allah? Apa tanda penghargaan? Cukupkah sekadar mengaku beriman tetapi tidak melaksanakan perintah Allah? Cukupkah sekadar ucap cinta pada Rasulullah tanpa perlu mengikut pesanan baginda? Allah yang Maha Agung
menegur kita, khusus buat orang-orang yang beriman :
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingati Allah, dan kepada kebenaran yang telah diturunkan (kepada mereka), dan janganlah mereka menjadi seperti orang-orang yang sebelumnya telah diberikan kitab kepadanya, kemudian berlalulah satu masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan daripada mereka adalah orang-orang yang fasiq” [57:16]

Dalam ayat ini Allah mengingatkan, dengan segala rahmat dan petunjuk yang begitu jelas, bilakah lagi masa yang kita tunggu untuk memberikan penghargaan? Penghargaan ini pastinya tidak menguntungkan Allah walau sedikit pun. Allah menekankan lagi, jangan pula hari demi hari yang berlalu tanpa disedari hati kita menjadi keras. Ibadah
terasa semakin tawar. Ayat-ayat cinta Allah tidak sedikit pun menyentuh hati kita. Mata sudah lama kering dari menangisi dosa. Antara kesan sambil lewa kita terhadap nikmat Allah. Alangkah ruginya jika kita tergolong dalam orang yang fasiq.

Jadi hargailah nikmat Allah dan orang di sekeliling kita dan tunjukkan penghargaan selagi masih berkesempatan. Lafazkanlah sayang pada anak dan jadilah ibu bapa mithali. Ucapkanlah terima kasih dan sayang pada mak ayah dan jadilah anak yang soleh. Katakanlah sayang pada sahabat dan jadilah sahabat yang memahami. Sebutlah sayang pada adik dan jadilah abang atau kakak yang sedia melindungi. Selawatlah pada nabi dan sambunglah perjuangan baginda. Bersyukurlah pada Allah dan jadilah hamba bertaqwa. ‘Sweet’ itu melibatkan hati, lafaz dan tindakan. Baru benar-benar terasa kemanisannya.

“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang redha dan diredhaiNya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam syurgaKu.” [89:27-30]

Apakah yang lebih ‘sweet’ dan penghargaan yang lebih baik dari jemputan ke syurga Allah?

No comments:

Post a Comment